Sanksi Kapal Tidak Pakai AIS

Mulai tanggal 20 Agustus mendatang kapal berbendera indonesia maupun kapal asing yang berlayar di perairan indonesia, wajib memasang dan menghidupkan Automatic Identification System (AIS). Bagi yang melanggar peraturaran yang telah tertulis pada PM 7/2019 kapten kapal akan mendapatkan sanksi, dan kapal tak diberi izin surat berlayar.

Dalam pasal 3 PM 7/2019 tertulis bahwa kapal yang tidak menaati peraturan tersebut akan dikenakan sanksi administratif berupa penangguhan pemberian surat persetujuan berlayar sampai dengan terpasang dan aktifnya AIS diatas kapal (pasal 9 PM 7/2019). Pasal 6 PM 7/2019 menjelaskan sanksi kepada nahkoda kapal yang tidak mengaktifkan dan memberi informasi yang benar maka akan dikenakan sanksi berupa pencabutan sertifkat pengukuhan (pasal 9 PM 7/2019).

Demikian bunyi PM no. 7 tahun 2019 yang disampiakan Dian Nurdiana, Kasubdit Telekomunikasi Pelayaran Direktorat Navigasi, Perhubungan Laut, pada diskusi sosialisasi AIS di Makassar, Senin ini (29/7).

Budiono
Budiono, GM Peayaran DLU Makassar. (ow)

Sementara itu Ketua INSA Makassar bidang Roro dan Penumpang, Budiono mempertanyakan, apakah jika AIS diterapkan di semua pelabuhan, regulator juga siap melakukan pengawasan untuk di semua pelabuhan. Karena itu, ungkap Budiono, di Indonesia ini banyak sekali pelabuhan yang kecil-kecil dan hanya sebagai wiayah kerja. Dia juga menyatakan, sebaiknya selain sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah (Kemenhub) ke insatitusi, juga penting langsung ke pelayaran.

“Lebih efektif memberi informasi tertulis ke semua pelayaran, baru kalau sudah disurati tapi tak melaksanakan mulai tanggal 20 Agustus bisa diberi sanksi,” ujar Budiono.

Ditanya apakah kapal-kapal DLU sudah menggunakan AIS, Budiono yang juga GM pelayaran Dharma Lautan Utama (DLU) tersebut menyatakan, sudah menggunakan AIS untuk semua kapalnya dari lima tahun lalu, sebelum PM 7/2019 dilaunching.

“Karena kami kapal penumpang, jadi misalnya di Banjarmasin, Sampit yang rawan tabrakan, makanya pakai AIS biar bisa memantau kapal,” tuturnya.

Budiono juga mengungkapkan, kalau ke depan dengan digunakannya AIS, kapal yang masuk keluar pelabuhan tak perlu lagi pakai Pandu, karena bisa dipandu lewat VTS.

“Kenapa begitu, karena kecenderungan kapten kapal yang kapal liner lebih faham dari pandu. Justru kapten yang ngajarin pandu,” ungkapnya.

Kepala Syahbandar Makassar Victor menyatakan bahwa pihaknya akan melaksanakan sesuai aturan yang ada.

Saat ditanya apakah setelah tanggal 20 Agustus, jika ada kapal yang belum menggunakan AIS, akan tidak diberikan surat ijin berlayar, Victor hanya menjawab, kalau pihaknya akan melakukan aturan PM 7/2019 itu.

Sementara itu, isu mengenai mahalnya harga alat itu (AIS), Ocean Week mencoba menanyakannya kepada salah satu perusahaan penyedia alat tersebut, bahwa harga mulai dari 11 juta rupiah sampai 23 juta rupiah.

Menurut Sandy Muthia, Regional Account Manager PT Cipta Pernika Nusantara, untuk alat EM Trak B 100 seharga Rp 11.050.000, sedangkan yang EM Trak B 300 harganya Rp 11.850.000, dan yang EM Trak B 400 Rp 23.950.000. “Kami sudah ada permintaan 300 unit, dan yang terjual 20 unit,” ujarnya kepada Ocean Week.

 

sumber : oceanweek.co.id

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja
Scroll to Top