Bukan Sekadar Kecelakaan: Bukti Nyata Pentingnya AIS dan CCTV di Pelabuhan

 Sebuah insiden serius terjadi ketika sebuah kapal tongkang menabrak jetty di salah satu fasilitas maritim di perairan Indonesia. Kecelakaan ini menyebabkan kerusakan signifikan pada infrastruktur dan segera memicu pertanyaan tentang standar keamanan operasional di lingkungan pelabuhan, khususnya pada Terminal Khusus (TERSUS) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS). Investigasi awal dengan cepat menunjuk pada kurangnya sistem AIS Receiver (Sistem Identifikasi Otomatis) dan CCTV (Kamera Pengawas) yang memadai di lokasi kejadian sebagai faktor pemicu utama. Insiden ini, sekali lagi, menegaskan betapa krusialnya modernisasi sistem navigasi dan pengawasan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di seluruh fasilitas kelautan kita.

AIS Receiver adalah teknologi vital yang memungkinkan kapal secara otomatis berbagi dan menerima informasi posisi, kecepatan, dan arah dengan kapal lain serta stasiun darat. Dengan AIS, operator dapat memantau lalu lintas kapal secara real-time, sehingga mengurangi risiko tabrakan, terutama di area padat atau saat kondisi cuaca buruk. Sementara itu, CCTV berperan sebagai mata tambahan yang mengawasi area jetty dan perairan sekitarnya, memungkinkan identifikasi dini potensi bahaya atau pelanggaran operasional. Dalam konteks insiden kapal tongkang ini, ketiadaan atau ketidakmampuan sistem AIS dan CCTV yang berfungsi optimal berarti operator tidak memiliki informasi yang cukup untuk mencegah tabrakan. Misalnya, jika kapal tongkang tersebut tidak terdeteksi oleh AIS atau tidak termonitor oleh CCTV, akan sulit untuk melakukan intervensi atau memberikan peringatan tepat waktu.

Insiden ini menggarisbawahi relevansi Surat Edaran Direktur Jenderal Perhubungan Laut (SE-DJPL) No. 48 Tahun 2024. Regulasi ini secara tegas mengatur kewajiban pemasangan sistem AIS dan CCTV pada seluruh Terminal Khusus (TERSUS) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS). Tujuan utama dari SE ini adalah untuk meningkatkan keselamatan pelayaran, efisiensi operasional, dan pengawasan di perairan Indonesia. Bagi pihak awam, penting untuk memahami bahwa regulasi ini bukan sekadar formalitas, melainkan langkah konkret untuk mencegah kerugian jiwa, kerusakan lingkungan, dan kerugian ekonomi akibat kecelakaan maritim. Bagi mereka yang sudah berkecimpung di industri, SE-DJPL ini adalah panduan yang harus dipatuhi. Kegagalan mematuhi regulasi dapat berujung pada sanksi dan risiko operasional yang lebih tinggi.

Menyikapi insiden yang terjadi dan berdasarkan penegasan regulasi melalui SE-DJPL No. 48 Tahun 2024, solusi krusial dan mendesak adalah memastikan pemasangan dan pengoperasian sistem AIS serta CCTV di setiap Terminal Khusus (TERSUS) dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS). Investasi pada teknologi ini bukanlah sekadar pemenuhan kewajiban regulasi, melainkan sebuah investasi jangka panjang yang vital bagi peningkatan keamanan dan efisiensi operasional. Dengan sistem yang terintegrasi dan berfungsi optimal, operator TERSUS dan TUKS akan mampu meningkatkan kesadaran situasi di sekitar fasilitas, secara signifikan mengurangi risiko kecelakaan maritim melalui identifikasi dini potensi bahaya, mempercepat respons darurat berkat ketersediaan data visual dan navigasi yang akurat, serta mengoptimalkan seluruh proses bongkar muat dan pergerakan kapal dengan pengawasan yang lebih baik. 

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Keranjang Belanja
Scroll to Top